YOGYAKARTA – Negara Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Bahkan sekarang Indonesia dalam kondisi darurat bencana kebangsaan nasional. Pemimpinnya banyak yang tidak amanah, dan kurang memiliki wawasan kebangsaan.
“Arah kemimpinannya bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi ke partai dan ke oligarki,” ujar Prof Dr Sudjito SH MSi, Guru Besar Ilmu Hukum UGM, saat menjadi narasumber pada Sarasehan Astacita dengan tema “Kolaborasi Mewujudkan Visi-Misi Asta Cita Menuju Kemandirian Bangsa” di Aula PWI DIY, Selasa 25 Februari 2025.
Sarasehan yang dipandu Drs H Hudono SH, Ketua PWI DIY, juga menghadirkan narasumber Brigjen TNI Rachmad PS. SIP. MSi, Kabinda Yogyakarta. Kegiatan ini selain diikuti para wartawan, juga dihadiri berbagai elemen masyarakat di Yogyakarta.
Prof Sudjito menjelaskan darurat bencana kebangsaan itu ditandai dengan sikap para pemimpin yang tidak amanah, tidak jujur, tidak profesional, dan minim wawasan kebangsaannya. Mereka lebih mengutamakan kepentingan partai dan oligarki, daripada kepentingan bangsa dan negara.
Dalam 10 tahun terakhir ini, beberapa wilayah negara Indonesia yang dicaplok kaum oligargi. Wilayah itu bukan hanya di daratan saja, tetapi juga di laut. Makanya banyak mahasiswa yang menyuarakan Indonesia Gelap. “Saya setuju dengan suara mahasiswa yang mengatakan Indonesia Gelap,” tegas Prof Sudjito.
Sebagai Pakar Ilmu Hukum, Prof Sudjito prihatin dengan beberapa produk undang-undang di Iindonesia. Berdasarkan konstitusi, seharusnya Pancasila menjadi sumber hukum. Namun hal itu tidak dipraktikkan. Sehingga UU di Indonesia itu lebih condong ke produk politik.
Yang menyedihkan lagi, paham di luar Pancasila seperti diberi angin untuk berkembang. Paham liberal, kapitalis, komunis, dan lainnya berkembang di Indonesia. Sering terdengar ungkapan “Aku Bangga Menjadi Anak PKI”. Paham menghalalkan segala cara tumbuh subur di Indonesia.
Namun sebagai seorang nasionalis, upaya mewujudkan kemandirian bangsa dan negara, termasuk kemandirian pangan, harus didukung bersama. Menurut Prof Sudjito ada dua syarat untuk mewujudkan kemandirian, yakni pertama, pembuat visi misi harus amanah. Pembuat visi misi itu pemimpin negara, dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden.
Pemimpin harus konsekuen, visi misi yang sudah ditulis (teks) harus dijalankannya. Jika antara pikiran dan tindakannya tidak sama itu namanya munafik dan juga bisa disebut hipokrit.
Syarat kedua, partisipasi publik. Rakyat tidak usah disuruh akan mendukungnya, jika kebijakannya memang dirasakan bermanfaat bagi rakyat. Jika kebijakan untuk kepentingan partai, oligarki, atau kelompok tertentu, maka rakyat tidak akan mempercayainya. Kalau tidak percaya, maka bisa dipastikan partisipasi publik akan rendah.
Kabinda Yogyakarta Brigjen Rachmad PS tidak menyanggah apa yang dikemukakan Prof Sudjito. Semua yang diungkapkan Guru Besar Ilmu Hukum UGM itu menjadi masukan bagi pemerintah. “Jika seorang guru besar yang mengemukakan, itu bisa jadi benar. Tapi kita semua punya peran untuk mewujudkan Indonesia Emas, Indonesia yang cerah,” ujar Brigjen Rachmad. (*)
Artikel Prof Sudjito: Indonesia Darurat Bencana Kebangsaan Nasional pertama kali tampil pada Wiradesa.co.