SLEMAN – Gerakan konservasi, penghijauan, dan usaha agroforestri, terus digaungkan beberapa anak muda yang tergabung dalam Jogja Buana. Mereka ingin merealisasikan tujuan pengabdiannya “Subur Tanahnya, Hijau Buminya, dan Sejahtera Penghuninya”.
Untuk menyuburkan tanah, Jogja Buana, memanfaatkan lahan tandus, keras, dan tidak layak ditanami tanaman pangan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Umumnya tanah tersebut, dulu ditanami tebu dan setelah itu dibiarkan mangkrak.
Saat ini, Jogja Buana, menyewa lahan kritis milik kas desa di wilayah Padukuhan Dero, Kalurahan Sendangmulyo, Kapanewon Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. “Luasnya sekitar 2,5 hektar. Lahan ini kami jadikan projek percontohan untuk usaha konservasi, penghijauan, dan agroforestri,” jelas Guron Septoharjo, Jumat 9 Mei 2025.
Salah satu pendiri Jogja Buana, Guron Septoharjo, mengemukakan untuk menyuburkan lahan yang tandus, tim Jogja Buana, membuat pupuk organik, langsung di area lahan yang disewanya. Hasilnya, selain untuk menyuburkan lahan kritis, juga untuk memupuk bibit dan tanaman buah, serta tanaman hortikultura yang dibudidayakan di lahan tandus.
Pembuatan pupuk
Terkait dengan pembuatan pupuk organik, alumni Teknik Geodesi UGM ini menjelaskan, pada dasarnya semua material organik, seperti limbah pertanian dan makanan yang bisa diurai oleh mikroba itu bisa dijadikan bahan untuk pembuatan pupuk organik.
“Konsepnya, material organik diuraikan oleh mikroorganisme, lalu menghasilkan sisa-sisa penguraian berupa unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman,” papar Guron Septoharjo yang kini pulang kampung dan tinggal di Padukuhan Degan 2, Banjararum, Kalibawang, Kulonprogo.
Menurut Guron Septoharjo, material organik dari kotoran hewan (kohe) kambing dan sapi biasanya lebih sesuai untuk tanaman buah. Sedangkan kohe ayam biasanya bagus untuk tanaman hortikultura. “Jadi disesuaikan unsur hara apa yang diperlukan masing-masing jenis tanaman,” jelasnya.

Untuk menghijaukan lahan kritis di Sendangmulyo Minggir, Tim Jogja Buana menanaminya dengan tanaman buah alpokat dari berbagai jenis. Ada beberapa jenis alpukat yang ditanam dan bibitnya dijual, antara lain alpokat Alligator, Kalibening, Siger, Miki, dan Pluang. Jenis stek Aligator dengan tinggi 60 cm dijual Rp 35.000, tinggi 80 cm Rp 50.000. Tapi ada yang satu pohon laku sampai jutaan rupiah.
Pohon Alpukat merupakan tanaman keras dan cocok untuk konservasi. Tanaman ini bisa menahan erosi dan yang paling penting, pohon Alpukat menyerap karbon dan menghasilkan banyak oksigen.
Sedangkan usaha agroforestri yang dijalankan Jogja Buana dengan tokohnya Guron Septoharjo, M. Zaim Nurhidayat, dan Sofyan Hadi, selain menanam tanaman buah Alpukat, juga membudidayakan hewan ternak kambing dan sapi. Selain itu juga ada greenhouse untuk menanam cabai.
Agroforestri merupakan sistem penggunaan lahan yang menggabungkan pohon atau tanaman berkayu dengan tanaman pertanian dan atau ternak. Tujuannya meningkatkan produktivitas lahan, mengurangi erosi, meningkatkan diversitas hayati, dan memberikan manfaat ekonomi bagi petani.

Manfaatnya di bidang ekonomi: produksi bibit dan buah Alpukat, kambing, sapi, cabai, dan produk lainnya dapat dijual untuk memperoleh pendapatan. Selanjutnya manfaat lingkungan, terjadi peningkatan kesuburan tanah, pengurangan erosi, dan penyerapan karbon. Di bidang sosial, ada peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama petani, melalui diversifikasi pendapatan. (Ono)
Artikel Gerakan Konservasi, Penghijauan, dan Agroforestri Jogja Buana: Subur Tanahnya Hijau Buminya Sejahtera Penghuninya pertama kali tampil pada Wiradesa.co.