SLEMAN-Jalur usaha konveksi pada akhirnya menjadi tambatan hidup bagi Nur Cholis. Warga Japanan RT 2 RW 15 Margodadi Seyegan Sleman, sebelum 2006 pernah berkali-kali ganti pekerjaan. Tapi tak satu pun dari pekerjaannya itu membawa ke arah kemapanan.
“Dulu pernah kerja di Bekasi di perusahaan. Balik setelah di sana 2,5 tahun. Pulang melamar kerja ke mana-mana tapi tak diterima. Mencoba jadi buruh bangunan, bahkan pernah jadi pembantu rumah tangga,” kata Cholis kepada wiradesa.co, Selasa 27 Februari 2024.
Di tengah kerja serabutan memasarkan majalah bulanan ke sekolah TK, Cholis justru menemukan inspirasi bikin kostum dan seragam tim drumband. Ketika keliling sekolah, ia kerap melihat anak-anak main drumband dan mengenakan seragam khusus. Padahal istrinya Iin Nur Ernawati punya mesin jahit dan bisa menjahit. Lalu, sebuah seragam bikinan istrinya dia tawarkan dan kemudian order pembuatan seragam drumband dari satu sekolah diselesaikan dengan baik, hasil garapan dinilai memuaskan.
“Order pertama kali dapat untung Rp 700 ribu. Dulu masih istri yang jahit, saya yang belanja kain, nyari order dan mengirimkan,” ujarnya.
Cholis mengingat, dulu di lingkungan tempat tinggalnya dia termasuk salah satu warga paling tidak punya. Penghasilan pas-pasan. Mau kerja tak laku. Tapi kehidupannya berangsur membaik setelah buka usaha pembuatan kostum drumband. Dari satu dua karyawan, kini tigapuluhan orang bekerja pada konveksi yang dikelola pria dua anak ini.
“Kalau dipikir usaha dan kelancaran memang anugrah dari Alloh Swt. Tapi sejak kurun 2006 sampai sekarang tak selalu untung. Adakalanya rugi. Berkali-kali pula rugi. Karena ada yang menipu tak bayar pesanan dan lainnya. Kalau dihitung mungkin dari dulu sampai sekarang duit yang tak dibayar sekitar Rp 900 jutaan,” jelas Cholis, pemilik Konveksi UD Ade Erna Busana.
Pasang surut usaha bagi Cholis hal biasa. Toh dari perhitungannya, semua dapat tertutup dari order lainnya. “Tak ada kiat khusus dalam menjalankan usaha. Mengalir saja dan mengedepankan jujur. Itu prinsip saya sama istri selama ini. Kalau ada orang yang menipu, akan diganti Alloh melalui orang lain,” imbuhnya.
Dalam perjalanan usaha, Cholis juga berupaya membuat nyaman karyawan. Saat ini tujuh orang penjahit sehari-hari tinggal di tempat tinggal yang khusus dia sediakan. Mereka menginap dan makan di tempat. Bekerja borongan dari pagi hingga malam. Tiap Lebaran ia menyediakan tunjangan hari raya buat karyawan. Setiap tahun sekali, dia mengajak para karyawan piknik ke luar kota. “Dulu setahun dua kali refreshing atau wisata kalau sekarang setahun sekali. Terakhir kemarin ke Dieng. Yang ikut 30-an karyawan,” katanya.
Penjahit mendapat upah kerja borongan rata-rata perorang Rp 1 juta seminggu dan bisa lebih. Yang lain seperti bagian pemotongan dan finishing mendapat upah harian.
Tak seluruh karyawan datang ke tempat Cholis dalam kondisi siap kerja. Pernah pula pencari kerja datang belum punya skill apa pun dan baru belajar menjahit sampai mahir di tempatnya. “Yang di sini fokus pada pengerjaan kostum drumband. Sedangkan order lain macam seragam sekolah, seragam komunitas, dan blouse wanita diorder ke penjahit lain yang menjadi mitra,” ungkapnya.
Selain kostum drumband, konveksi Cholis juga menerima pemesanan aneka busana macam blouse wanita, busana muslim, seragam sekolah dan komunitas. “Kebanyakan merupakan pesanan para reseller yang jualan melalui platform digital dan media sosial,” pungkasnya. (Sukron)
Artikel Kiat Bisnis Nur Cholis, Mengalir dan Mengutamakan Kejujuran pertama kali tampil pada Wiradesa.co.