Pintu masuk Tugu Khatulistiwa di Batu Layang, Pontianak Utara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (27/7/2024) sore sudah terpasang tulisan Tutup (Close). Artinya pengunjung sudah tidak boleh masuk.
Saat Wartawan Wiradesa.co beserta rombongan tiba di kompleks Tugu Khatulistiwa, jarum jam sudah menunjukkan pukul 17.07. Sesuai jadwal, kunjungan wisatawan hanya sampai pukul 17.00.
Namun sore itu, petugas pintu masuk, memberi kesempatan rombongan wartawan yang datang dari Yogyakarta, Solo, Bali, dan Jakarta untuk masuk ke kompleks Tugu Khatulistiwa. Sore itu, rombongan wisatawan dari Malaysia, juga dipersilakan masuk.
Begitu masuk kompleks Equator Monument yang dibangun tahun 1940, seorang pemandu menjelaskan tugu yang menjadi ikon Kota Pontianak tersebut. Kemudian mempersilahkan pengunjung mengenakan pakaian adat Dayak untuk foto di bawah tugu dan beberapa telor untuk ditegakkan di garis yang membelah bumi bagian Utara dan Selatan.
Menegakkan telor di garis antara Lintang Utara dan Lintang Selatan menjadi momen menarik bagi pengunjung Tugu Khatulistiwa. Karena tidak gampang mendirikan telor di garis tersebut. Meski pemandu dengan gampang menegakkan telor, tetapi kebanyakan pengunjung tidak berhasil menegakkan telor di garis gravitasi.
Setelah mencoba atraksi menegakkan telor dan foto dengan pakaian adat Dayak, wartawan Wiradesa.co mendapat Piagam Perlintasan Khatulistiwa. Pada piagam itu disebutkan, Wartawan Wiradesa.co, Sihono HT telah melintasi Khatulistiwa di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia pada Garis Lintang 0 derajat 0’00’’ dan Garis Bujur Timur 109 derajat, 20’00’’ Hari Sabtu, 27 Juli 2024 pukul 17.42.
Tugu Khatulistiwa terbangun di Jalan Khatulistiwa Kelurahan Batu Layang, Kecamatan Pontianak Utara, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Jaraknya 10,4 kilometer dari Harris Hotel Jalan Gadjah Mada pusat Kota Pontianak, ke arah Kota Mempawah dan Singkawang.
Di balik atraksi penegakkan telor itu, ternyata ada kaitannya dengan teori gravitasi yang ditemukan Issac Newton, seorang ahli fisika. Sejalan dengan perkembangan ilmu para ahli geofisika pada abad ke-20, variasi gravitasi di permukaan bumi banyak dimanfaatkan untuk mencari lokasi-lokasi yang mengandung minyak bumi maupun bahan tambang mineral.
Geodesi sebagai ilmu yang menentukan bentuk dan permukaan bumi banyak bergantung kepada ketelitian pemodelan gravitasi yang bermanfaat pada pengukuran medan gravitasi bumi.
Data gravitasi bumi juga dapat memberikan pertanda gejolak yang ada dalam kerak bumi. Untuk itu, para ahli kebumian banyak memanfaatkan data gravitasi ini untuk kajian dinamika bumi dan studi lapisan kerak bumi bagian dalam . Peta gravitasi dan perubahannya dapat memberi pertanda apakah lapisan kerak bumi di suatu kawasan mengandung minyak bumi maupun bahan tambang mineral.
Dari Tugu Khatulistiwa, terdapat informasi dan data grafis bahwa, selama bumi berevolusi mengelilingi matahari, sumbu rotasi bumi akan mengalami perubahan kemiringan terhadap bidang ekliptika. Kemiringan sumbu rotasi ini akan mencapai maksimum sebesar 23,5 derajat pada bulan Juni (21 Juni) dan Desember (22 Desember).
Dari kemiringan maksimumnya ini sumbu rotasi bumi akan bernilai minimum sebesar 0 derajat pada bulan Maret (21 Maret) dan September (23 September). Sehingga sumbu rotasi bumi tegak lurus terhadap bidang ekliptika. Pada saat inilah akan terjadi kulminasi matahari di daerah yang dilalui oleh Khatulistiwa.
Ternyata Tugu Khatulistiwa tidak hanya sekedar destinasi wisata saja, tetapi juga ada ilmu pengetahuan tentang kebumian, geologi, geodesi, perminyakan, dan berbagai potensi di bumi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. (Ono)
Artikel Menegakkan Telor dan Mendapatkan Piagam Perlintasan Khatulistiwa pertama kali tampil pada Wiradesa.co.