GUNUNGKIDUL – Penggagas Jurnalisme Pangan, Sihono HT, belajar berkarya dan berbagi bersama peserta Sekolah Jurnalisme Desa di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka sama-sama belajar jurnalistik, membuat berita, foto, dan video peduli pangan dan menayangkan ke berbagai platform media.
Sebanyak 30 anak muda, peserta Sekolah Jurnalisme Desa, belajar berkarya dan berbagi jurnalisme pangan, di Studio Tani Kalisuci Semanu, Sabtu dan Minggu 28 Mei 2023. Mereka mendapat ilmu jurnalistik dan pendampingan dari Sihono HT, penggagas jurnalisme pangan di Indonesia.
Sihono HT yang juga Founder Wiradesa Group memaparkan apa itu jurnalisme pangan. Apa saja obyek liputan dan narasumber kompeten. Seperti apa karya jurnalistik peduli pangan, dan bagaimana cara membuatnya?
Menurut Asesor Uji Kompetensi Wartawan ini, jurnalisme pangan, merupakan aliran jurnalistik yang fokus liputannya pada hal-hal terkait dengan pangan. Baik itu menyangkut bidang pertanian, peternakan, perikanan, maupun perkebunan. Selain itu juga proses produksi pangan dari hulu sampai hilir.
Sedangkan obyek liputannya, meliputi info pangan, mulai dari produksi, panen, harga, dan situasi pasar. Materi liputannya bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan perkebunan. Untuk narasumber kompeten, antara lain petani, peternak, penyuluh lapangan, aktivis peduli pangan, ahli pangan (akademisi), kepala dinas pertanian dan pangan.
Karya jurnalistik peduli pangan, di antaranya tulisan (teks), gambar (foto), teks gambar suara (video), dan grafis. Untuk karya berita, Sihono HT menekankan ada unsur informatif, teknis, analisis, dan inspiratif.
“Jadi kalau membuat berita penanaman belimbing Bangkok merah, tidak hanya di dusun tertentu ada petani yang menanam belimbing Bangkok merah saja, tetapi juga dilengkapi dengan bagaimana pembibitannya, hitungan keuntungannya, dan pola pikir serta tindakan petani yang bisa menginspirasi petani lain,” papar Sihono HT.
Untuk foto jurnalisme pangan, diupayakan ada gambar produk pangan, manusia, dan aktivitas yang menghasilkan pangan. Tentunya soal teknis pengambilan gambar juga perlu diperhatikan. “Usahakan sebelum pemotretan, di pikiran kita itu sudah tergambar seperti apa foto yang diinginkan,” tegas Sihono HT yang sudah 30 tahun menjadi wartawan aktif di media cetak.
Karya video peduli pangan, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) periode 2010-2015 dan 2015-2020 ini memberikan panduan kepada peserta SJD untuk mengawalinya dengan pengambilan gambar di sekitar produksi pangan. Kemudian pengantar pembuat atau wawancara dengan petani dan tentunya pesan yang ingin disampaikan melalui perpaduan teks, suara, dan gambar.
Selanjutnya untuk membuat grafis jurnalisme pangan, bagi pemula sebaiknya menggunakan aplikasi yang mudah dan murah. Ada aplikasi grafis gratis yang bisa dimanfaatkan. Karya grafis itu bisa analisis bisnis. Misalnya menggambarkan hasil sama dengan pendapatan dikurangi pengeluaran, atau cara budidaya, seperti tahapan okulasi atau lainnya.
Di hadapan para anak muda desa, praktisi media siber Sihono HT mengungkapkan kalimat bijak “Jangan bicara kesuksesan tanpa ada karya”. Maka dia mengajak para pemuda desa untuk berkarya. Jangan banyak bicara tapi tidak ada karya. Pendiri Wiradesa ini juga mengingatkan “Wong nandur bakal ngunduh (orang menanam akan menuai hasil)”. (*)
Artikel Peserta Sekolah Jurnalisme Desa Belajar Berkarya dan Berbagi Jurnalisme Pangan pertama kali tampil pada Wiradesa.co.