Pleret ternyata punya sejarah tentang peradaban ketahanan pangan yang terkenal di Nusantara. Dari Ibukota Kerajaan Mataram Islam ini muncul pengetahuan tentang bangunan irigasi, sistem pengairan, jenis tanaman pangan, dan kapan sebaiknya menanam atau dikenal dengan kalamangsa.
“Kalamangsa karya Sultan Agung itu sampai sekarang masih dipakai para petani, khususnya di daerah Mataram untuk panduan bercocok tanam,” ujar Irfani Andhi Hermawan, Ulu-ulu Kalurahan Pleret, Kapanewon Pleret, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin 17 Februari 2025.
Para petani di Pleret mengenalnya dengan sebutan Pranata Mangsa. Berdasarkan literatur, naskah Kalamangsa berisi tentang sistem, naktu, kala, Pranata Mangsa, menentukan hari naas keselamatan dan rizki, hari kelahiran bayi dan nasib, serta ramalan tentang barang yang hilang.
Pada Pranata Mangsa, ada empat mangsa besar yang dijadikan panduan para petani untuk bercocok tanam, yakni Mangsa Ketigo (kemarau), Mangsa Labuh (pancaroba), Mangsa Rendheng (penghujan), dan Mangsa Mareng (pancaroba).
Dalam kalender petani ini, Mangsa Ketigo jatuh pada bulan Juni sampai September, Sedangkan Mangsa Labuh pada September-Desember, Mangsa Rendheng pada Desember-Maret, dan Mangsa Mareng mulai Maret sampai Juni.
Pengajar Kebudayaan Jawa UNY, Dr Purwadi, menjelaskan keempat mangsa itu diperhatikan betul oleh para petani Jawa untuk mengetahui siklus pertanian. “Siklus itu membuat tanah terjaga kesuburannya. Juga untuk memutus siklus hama,” kata Purwadi.

Empat mangsa besar itu, dibagi lagi dalam 12 periode lebih pendek. Setiap periode memuat paparan lebih rinci terkait situasi yang berhubungan dengan pertanian.
Pranata Mangsa dimulai dengan Mangsa Kasa atau Musim Pertama, 22 Juni sampai 1 Agustus. Disebutkan di dalamnya, angin bertiup dari timur laut ke barat daya, udara panas di siang hari, dan dingin kala malam. Periode ini masuk dalam Musim Kemarau, dengan penanda daun-daun gugur atau meranggas, pohon kering dan belalang bertelur. Panen padi sudah selesai, petani membakar jerami dan mulai menanam palawija, seperti kacang dan jagung.
Dilanjut Mangsa Karo atau Musim Kedua, 2 Agustus hingga 24 Agustus, yang disebut juga masa Paceklik karena datangnya Kemarau. Musim ini digambarkan cadangan pangan menipis, tanah di sawah retak, kering, panas berdebu, pohon mangga dan randu mulai berbunga dan bersemi. Petani sebaiknya menanam palawija atau padi gaga yang tidak butuh banyak air.
Kemudian Mangsa Katelu atau Musim Ketiga, dari 25 Agustus hingga 17 September, yang digambarkan dengan pohon bambu mulai bertunas, tanaman gadung tumbuh tapi sumur-sumur kering. Petani harus menanam palawija, misalnya kedelai dan kacang-kacangan.
Sedangkan Mangsa Kapat atau Musim Keempat, dimulai 18 dan berakhir 12 Oktober, yang dianggap telah masuk Musim Hujan meski air belum banyak. Pohon kapuk mulai berbuah, burung pipit yang biasa memakan padi membangun sarang. Petani diharapkan mulai mengecek saluran irigasi di sawahnya.
Namun dengan adanya perubahan iklim, menyebabkan periode musim juga berubah dan perubahan ini membuyarkan para petani dalam menentukan kapan persiapan lahan, tanam, pemeliharaan tanaman, dan kapan panen. Apakah Pranata Mangsa masih relevan sampai sekarang? Setiap era ada cara. (Ono)
Artikel Pleret Pusat Peradaban Ketahanan Pangan pertama kali tampil pada Wiradesa.co.