BANTUL-Bisnis percetakan dan penerbitan buku tak lantas mengalami ‘kiamat’ dengan hadirnya era digital. Owner PT Quantum Media Aksara Muklisina Lahudin yang bergerak di bisnis percetakan dan perbukuan punya alasan kenapa usahanya masih bertahan.
“Bisnis percetakan dan perbukuan nafasnya masih bagus. Pada era digital, sebagian besar orang menyimak media sosial. Entah untuk berinteraksi, promosi, juga mencari informasi. Tapi medsos masih sebatas ‘kulit’. Kalau mencari ‘isi’ larinya tetap ke buku,” kata Muklisina Lahudin, ditemui di rumahnya Perumahan Az Zaffira Residence Banguntapan, Bantul, Sabtu 16 Maret 2024.
Muklis, sapaannya, mengibaratkan pada lautan luas, medsos adalah ombaknya sedangkan buku tak lain kedalaman lautan itu sendiri.
“Pemasaran buku masih laku. Khususnya di toko online, lewat platform medsos, buku-buku tertentu laris. Bisa laku seribu, dua ribu bahkan laku hingga 10 ribu buku,” imbuhnya.
Bahkan Muklis memberi contoh lebih ekstrem akan arti penting sebuah buku. Menurutnya, untuk menjadi pintar, seseorang tak cukup memelototi dan menyekrol layar medsos di gawainya. Untuk menjadi pintar, seseorang tetap butuh belajar. Di mana bisa belajar secara lebih mendalam? Jawabannya ada pada buku.
Buku, lanjutnya, punya sejumlah kelebihan. Secara fisik bisa dipajang menjadi dekorasi dalam sebuah ruang. Ditata rapi dalam rak, berfungsi sebagai partisi atau penyekat antarruang. Selain sebagai pajangan, buku bisa dijadikan cinderamata atau suvenir. Lain e book. Meski isi bagus tetapi keberadaannya tak bisa menjadikannya sebagai suvenir.
Di samping membuka usaha percetakan di Jalan Ngipik No 66 Baturetno Banguntapan Bantul, sosok asli Madiun ini juga menulis beberapa buku. Buku terbarunya yang cetak 2500 eksemplar berjudul ‘Babad Sewulan’. Sejumlah tokoh nasional dan daerah bahkan telah mengoleksi buku karyanya. Sebutlah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Prof Dr Muhadjir Effendy yang membeli 500 eksemplar buku Babad Sewulan. Tokoh lain yang telah mengoleksi karya Muklis yakni Gus Iqdam, Gus Baha, Wagub Jawa Timur Emil Dardak, Gus Muwafiq, juga Dahlan Iskan serta Menteri Pertahanan RI Jenderal TNI (Purnawirawan) H Prabowo Subianto.
“Para peminat buku Babad Sewulan bagian dari keluarga yang terhubung dengan trah di Sewulan, Madiun,” terangnya.
Tiga jenis buku, lanjutnya, terbilang banyak penggemar, yakni novel, buku pengembangan diri dan buku agama serta buku pelajaran. Konsisten dalam bisnis, tak mudah menyerah prinsip yang dipegang Muklis. Meski menghadapi ancaman digitalisasi ia tak lantas beralih ke bisnis lain. Meski sempat khawatir terhempas zaman, tetapi ia tetap yakin. Industri perbukuan beda dengan industri koran dan majalah. Di perbukuan tak kenal basi. Tak mengenal edisi harian, mingguan, bulanan. “Dalam mengkonsumsi buku, pembaca tak terlalu terkait dengan kronologi waktu. Beda dengan koran, majalah yang bisa basi. Contohnya Buku Babad Sewulan dibaca 10 tahun yang akan datang, tetap relevan,” ujarnya.
Untuk bertahan hidup menggaji delapan karyawan, bisnis utama Muklis pada percetakan. Sedangkan buku hanya untuk support percetakan. “Untuk saat ini belum melirik bisnis lain. Hidup mengalir, tapi progres tidak turun. Secara pencapaian, di titik saat ini sudah sangat bersyukur. Pernah ada pada masa rumah ngontrak, harus sangat berhitung gaji sebulan untuk apa, belanja beras lauk, uang hanya sisa sedikit. Maka berada di titik saat ini, sangat bersyukur,” jelasnya.
Untuk menjaga konsistensi sebagai penulis, Muklis tiap hari selalu menuangkan gagasan dalam Google dok. Lima belas tahun berada pada usaha percetakan dan penerbitan buku, Muklis tak lepas dari cobaan. Dulu sebelum Covid 19, ia pernah kehilangan uang Rp 650 juta yang dipinjam orang tetapi tidak balik. Target usahanya pun berubah. Ia harus beradaptasi, mengumpulkan uang lagi agar usahanya tidak kolaps. Tetap tumbuh dan berkembang. (Sukron)